Mudah-mudahan bisa bermanfaat..

Pertanyaan selanjutnya, lha kok bisa yaa
penulis itu, betapa cerdasnya orang itu. Padahal kita kan sama-sama
manusia, makan-nya sama, minumnya sama, tidurnya juga sama. lalu kenapa
aku sulit sekali mencerna buku itu sekalipun hanya beberapa halaman,
sementara penulis itu mampu merampungkan penulisan buku itu dengan
sempurna. Sebenarnya gak ada yang mengherankan pada kasus diatas, yang
benar-benar mengherankan bila kita tahu bahwa penulis itu usinya masih
dibawah 30 tahun. Kalau kita cermati, rata-rata penulis sebuah buku yang
menurut kita amat tebal, amat susah dipahami, adalah diatas 50 tahun.
Dan rata-rata gelar mereka adalah doktor. Ditambah dengan berbagai
pengalaman mengajar dan meneliti, tidak ada hal yang sulit bagi mereka.
Mereka mudah saja menuangkan segenap ilmu yang mereka miliki kedalam
tulisan-tulisan yang selanjutnya disebarkan ke berbagai negara. Dengan
pengalaman mengajar dan meneliti bertahun-tahun, otak mereka dengan
sendirinya akan terprogram. Bahkan saya yakin tanpa terpaku dengan buku,
mereka akan sangat mudah menjelaskan dan menguraikan informasi atau
pengetahuan yang terkandung dalam suatu objek yang dikaji. Kata kuncinya adalah PENGULANGAN!!
Penting sekali bagi penuntut ilmu atau
pengajar untuk selalu mengulang-ulang sebuah informasi atau pengetahuan
yang dia dapat. Dengan semakin sering diulang, maka semakin menancap
kuat di memori kita. Teringat sebuah cerita nyata, bahwa ada seseorang
yang dikenal ‘alim, ketika menelaah sebuah kitab selalu mengulanginya
hingga 5000 kali, bahkan sampai-sampai neneknya hafal seluruh isi yang
terkandung dalam kitab itu tanpa kurang dan lebih. Subhanallah!!!
Ketika neneknya bosan mendengar suara bacaan/hafalan cucunya dan meminta
cucunya untuk tidak membaca/menghafal dengan bersuara, maka apa yang
terjadi, beberapa bulan kemudian, sebagian dan bahkan seluruh hafalan
dari nenek itu akhirnya hilang.
Pernahkah dalam benak kita terbersit
kata-kata seperti ini, koq pemahaman dan penafsiran saya lain yaa ketika
baca tulisan ini setelah 5 kali diulang-ulang dibandingkan ketika saya
membaca dan memahami artikel itu pertama kali. Sebenarnya sudah menjadi
karakter manusia itu tidak suka mengulang, manusia cenderung menyukai
hal-hal atau sesuatu yang baru. Sehingga, para penulis buku itu
sebenarnya para pendidik dan pengajar yang karena dipaksa oleh suatu
kondisi, membuat mereka harus mengulang kembali dalam mengajarkan dan
mentransformasikan ilmunya kepada peserta didik yang baru. Bukankah
setiap tahun, generasi baru dari peserta didik muncul? dan apakah
materi yang disampaikan berbeda dengan tahun sebelumnya? tentu tidak
berbeda, kalaupun berbeda, tapi tidak banyak yaitu adanya penambahan
materi yang uptodate dan evaluasi/revisi bila ada kesalahan menyampaikan
materi ditahun sebelumnya.
Oleh karenya, kita bisa juga seperti
mereka, bahkan dengan usia kita yang jauh lebih muda dari mereka tapi
sudah mampu menulis buku bila kita bersungguh-sungguh melejitkan
kemampuan kita. Caranya gimana? Kita manfaatkan waktu kita dengan
sebaik-baiknya, kikis wasting time kita, budayakan kebiasaan
membaca di tengah-tengah keluarga kita. Jadikan diri kita mencintai buku
dan hobi membaca. Menurut survei, Indonesia masuk rangking 5 terbawah
diantara negara-negara yang membudayakan baca buku. Coba, Anda hitung
berapa orang yang menyempatkan membaca buku tatkala sedang berada di
dalam bus, misalnya, atau sedang menunggu. paling tidak lebih dari 3
orang. Namun bila Anda berada di luar negeri, seperti korea selatan yang
sekarang menjadi negara yang maju pesat, padahal 16 tahun silam menjadi
negara terpuruk, lebih terpuruk dari Indonesia, banyak sekali
pemandangan dimana orang membaca buku di jalan-jalan, tempat-tempat
umum, stasiun, terminal, rumah sakit, rumah makan dan lain-lain.
Pertanyaanya, Kapan Indonesia seperti mereka?? Mulai dari sekarang, diri
sendiri dan saat ini!
Sumber : Bp. Taufik ( Dosen Kalkulus di UNISMA 45 bekasi )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar