Bagian pertama : Mengenal Syeikh MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB
Pengertian Wahabi
Musuh-musuh tauhid memberi gelar wahabi kepada setiap muwahhid (yang mengesakan Allah SWT), nisbat kepada Muhammad bin Abdul Wahab, Jika mereka jujur, mestinya mereka mengatakan Muhammadi nisbat kepada namanya yaitu Muhammad. Betapapun begitu, ternyata Allah SWT menghendaki nama wahabi sebagai nisbat kepada Al-Wahhab (Yang Maha Pemberi), yaitu salah satu dari nama-nama Allah SWT yang paling baik (Asmaa'ul Husnaa).
Jika shufi menisbatkan namanya kepada jama'ah yang memakai shuf (kain wol) maka sesungguhnya wahabi menisbatkan diri mereka dengan Al-Wahhab (Yang Maha Pemberi), yaitu Allah SWT yang memberi-kan tauhid dan meneguhkannya untuk berdakwah kepada tauhid.
MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB
Beliau dilahirkan di kota 'Uyainah, Nejed pada tahun 1115 H. Hafal Al-Qur'an sebelum berusia sepuluh tahun. Belajar kepada ayahandanya tentang fiqih Hambali, belajar hadits dan tafsir kepada para syaikh dari berbagai negeri, terutama di kota Madinah. Beliau memahami tauhid dari Al-Kitab dan As-Sunnah.
Perasaan beliau ter-sentak setelah menyaksikan apa yang terjadi di negerinya Nejed de-ngan negeri-negeri lainnya yang beliau kunjungi berupa kesyirikan, khurafat dan bid'ah.
Demikian juga soal menyucikan dan mengkultus-kan kubur, suatu hal yang bertentangan dengan ajaran Islam yang benar.
Ia mendengar banyak wanita di negerinya ber-tawassul dengan pohon kurma yang besar. Mereka berkata, "Wahai pohon kurma yang paling agung dan besar, aku menginginkan suami sebelum setahun ini."
Di Hejaz, ia melihat pengkultusan kuburan para sahabat, keluarga Nabi SAW (ahlul bait), serta kuburan Rasulullah SAW, hal yang sesungguhnya tidak boleh dilakukan kecuali hanya kepada Allah SWT semata.
Di Madinah, ia mendengar permohonan tolong (istighaatsah) kepada Rasulullah SAW, serta berdo'a (memohon) kepada selain Allah SWT, hal yang sungguh bertentangan dengan Al-Qur'an dan sabda Rasulullah SAW.
Al-Qur'an menegaskan:
"Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfa'at dan tidak (pula) memberi madharat kepadamu selain Allah SWT, sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, sesungguh-nya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim." (Yunus: 106)
Zhalim dalam ayat ini berarti syirik.
Suatu kali, Rasulullah SAW berkata kepada anak pamannya, Abdullah bin Abbas:
"Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah SWT, dan jika eng-kau meminta pertolongan mintalah pertolongan kepada Allah SWT." (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hasan shahih)
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab menyeru kaumnya kepada tauhid dan berdo'a (memohon) kepada Allah SWT semata, sebab Dialah Yang Mahakuasa dan Yang Maha Menciptakan sedangkan selainNya adalah lemah dan tak kuasa menolak bahaya dari dirinya dan dari orang lain. Adapun mahabbah (cinta kepada orang-orang shalih), adalah dengan mengikuti amal shalihnya, tidak dengan menjadikannya sebagai perantara antara manusia dengan Allah SWT, dan juga tidak menja-dikannya sebagai tempat bermohon selain daripada Allah SWT.
Pengertian Wahabi
Musuh-musuh tauhid memberi gelar wahabi kepada setiap muwahhid (yang mengesakan Allah SWT), nisbat kepada Muhammad bin Abdul Wahab, Jika mereka jujur, mestinya mereka mengatakan Muhammadi nisbat kepada namanya yaitu Muhammad. Betapapun begitu, ternyata Allah SWT menghendaki nama wahabi sebagai nisbat kepada Al-Wahhab (Yang Maha Pemberi), yaitu salah satu dari nama-nama Allah SWT yang paling baik (Asmaa'ul Husnaa).
Jika shufi menisbatkan namanya kepada jama'ah yang memakai shuf (kain wol) maka sesungguhnya wahabi menisbatkan diri mereka dengan Al-Wahhab (Yang Maha Pemberi), yaitu Allah SWT yang memberi-kan tauhid dan meneguhkannya untuk berdakwah kepada tauhid.
MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB
Beliau dilahirkan di kota 'Uyainah, Nejed pada tahun 1115 H. Hafal Al-Qur'an sebelum berusia sepuluh tahun. Belajar kepada ayahandanya tentang fiqih Hambali, belajar hadits dan tafsir kepada para syaikh dari berbagai negeri, terutama di kota Madinah. Beliau memahami tauhid dari Al-Kitab dan As-Sunnah.
Perasaan beliau ter-sentak setelah menyaksikan apa yang terjadi di negerinya Nejed de-ngan negeri-negeri lainnya yang beliau kunjungi berupa kesyirikan, khurafat dan bid'ah.
Demikian juga soal menyucikan dan mengkultus-kan kubur, suatu hal yang bertentangan dengan ajaran Islam yang benar.
Ia mendengar banyak wanita di negerinya ber-tawassul dengan pohon kurma yang besar. Mereka berkata, "Wahai pohon kurma yang paling agung dan besar, aku menginginkan suami sebelum setahun ini."
Di Hejaz, ia melihat pengkultusan kuburan para sahabat, keluarga Nabi SAW (ahlul bait), serta kuburan Rasulullah SAW, hal yang sesungguhnya tidak boleh dilakukan kecuali hanya kepada Allah SWT semata.
Di Madinah, ia mendengar permohonan tolong (istighaatsah) kepada Rasulullah SAW, serta berdo'a (memohon) kepada selain Allah SWT, hal yang sungguh bertentangan dengan Al-Qur'an dan sabda Rasulullah SAW.
Al-Qur'an menegaskan:
"Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfa'at dan tidak (pula) memberi madharat kepadamu selain Allah SWT, sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, sesungguh-nya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim." (Yunus: 106)
Zhalim dalam ayat ini berarti syirik.
Suatu kali, Rasulullah SAW berkata kepada anak pamannya, Abdullah bin Abbas:
"Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah SWT, dan jika eng-kau meminta pertolongan mintalah pertolongan kepada Allah SWT." (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hasan shahih)
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab menyeru kaumnya kepada tauhid dan berdo'a (memohon) kepada Allah SWT semata, sebab Dialah Yang Mahakuasa dan Yang Maha Menciptakan sedangkan selainNya adalah lemah dan tak kuasa menolak bahaya dari dirinya dan dari orang lain. Adapun mahabbah (cinta kepada orang-orang shalih), adalah dengan mengikuti amal shalihnya, tidak dengan menjadikannya sebagai perantara antara manusia dengan Allah SWT, dan juga tidak menja-dikannya sebagai tempat bermohon selain daripada Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar